Selasa, 29 Januari 2013

Tentang Mahluk mitiologi "Kitsune"

       Untuk kali ini saya akan memperkenalkan pada kalian tentang mahluk mitiologi khas yang terkenal dari jepang , yakni "Kitsune".

daftar pustaka : id.Wikipedia.org



Pangeran Hanzoku di India sedang diserang rubah berekor sembilan (lukisan ukiyo-e Utagawa Kuniyoshi dari abad ke-19)
Kitsune (?)(Tentang suara ini pengucapan) adalah sebutan untuk binatang rubah dalam bahasa Jepang. Dalam cerita rakyat Jepang, rubah sering ditampilkan dalam berbagai cerita sebagai makhluk cerdas dengan kemampuan sihirnya yang semakin sempurna sejalan dengan semakin bijak dan semakin tua rubah tersebut. Selain itu, rubah mampu berubah bentuk menjadi manusia. Dalam legenda, rubah sering diceritakan sebagai penjaga yang setia, teman, kekasih, atau istri, walaupun sering terdapat kisah rubah menipu manusia.
Di zaman Jepang kuno, rubah dan manusia hidup saling berdekatan sehingga legenda tentang kitsune muncul dari persahabatan antara manusia dan rubah. Dalam kepercayaan Shinto, kitsune disebut Inari yang bertugas sebagai pembawa pesan dari Kami. Semakin banyak ekor yang dimiliki kitsune (kitsune bisa memiliki sampai 9 ekor), maka semakin tua, semakin bijak, dan semakin kuat pula kitsune tersebut. Sebagian orang memberi persembahan untuk kitsune karena dianggap memiliki kekuatan gaib.

Asal-usul


Rubah berekor sembilan (huli jing) yang mirip dengan kitsune dalam cerita rakyat Tiongkok.
Mitos kitsune sering menjadi bahan perdebatan, karena seluruhnya mungkin berasal dari sumber asing atau bisa juga merupakan konsep asli Jepang yang berkembang di abad ke-5 SM. Sebagian mitos tentang rubah di Jepang bisa ditelusur hingga ke cerita rakyat Tiongkok, Korea, atau India. Cerita paling tua tentang kitsune berasal dari Konjaku Monogatari yang berisi koleksi cerita Jepang, India, dan Tiongkok yang berasal dari abad ke-11.[1] Cerita rakyat Tiongkok mengisahkan makhluk huli jing (arwah rubah) yang mirip kitsune dan bisa memiliki ekor hingga sembilan. Di Korea, makhluk yang disebut kumiho (rubah berekor sembilan) merupakan makhluk mistik yang telah berumur lebih dari seribu tahun. Rubah di Tiongkok dan Korea digambarkan berbeda dengan rubah di Jepang. Tidak seperti di Jepang, rubah kumiho di Korea selalu digambarkan sebagai makhluk jahat. Walaupun demikian, ilmuwan seperti Ugo A. Casal berpendapat bahwa persamaan dalam cerita tentang rubah menunjukkan bahwa mitos kitsune berasal kitab India seperti Hitopadesha yang menyebar ke Tiongkok dan Korea, hingga akhirnya sampai ke Jepang.[2]
Sebaliknya, ahli cerita rakyat Jepang, Nozaki Kiyoshi, berargumentasi bahwa kitsune sudah dianggap sebagai sahabat orang Jepang sejak abad ke-4, dan unsur-unsur yang diimpor dari Tiongkok dan Korea hanyalah sifat-sifat jelek kitsune.[3] Nozaki menyatakan bahwa dalam naskah Nihon Ryakki asal abad ke-16, terdapat cerita tentang rubah dan manusia yang hidup berdampingan di zaman kuno Jepang, sehingga menurut Nozaki merupakan latar belakang timbulnya legenda asli Jepang tentang kitsune.[4] Peneliti Inari bernama Karen Smyers berpendapat bahwa ide rubah sebagai penggoda manusia, serta hubungan mitos rubah dengan agama Buddha diperkenalkan ke dalam cerita rakyat Jepang melalui cerita serupa asal Tiongkok, namun Smyers mengatakan beberapa cerita berisi unsur-unsur cerita yang khas Jepang.[5]

Etimologi


Rubah Hokkaido sedang tidur di atas salju. Di Jepang terdapat dua subspesies rubah merah: rubah Hokkaido (Vulpes vulpes schrencki), dan rubah merah Jepang (Vulpes vulpes japonica).
Menurut Nozaki, kata "kitsune" berasal dari onomatope.[4] Kata "kitsune" berasal dari suara salakan rubah yang menurut pendengaran orang Jepang berbunyi "kitsu", sedangkan akhiran "ne" digunakan untuk menunjukkan rasa kasih sayang. Asal-usul kata kitsune juga digunakan Nozaki untuk menunjukkan bukti lebih lanjut bahwa kisah rubah baik hati dalam cerita rakyat Jepang adalah produk dalam negeri dan bukan kisah impor.[3] Bunyi "kitsu" sebagai suara rubah menyalak sudah tidak dikenal orang di zaman sekarang. Dalam bahasa Jepang modern, suara rubah ditulis sebagai "kon kon" atau "gon gon".
Asal-usul nama "kitsune" dikisahkan dalam dongeng tertua yang hingga sekarang masih sering diceritakan orang, tapi mengandung penjelasan etimologi yang sekarang dianggap tidak benar.[6] Berbeda dengan sebagian besar dongeng yang menceritakan kitsune bisa berubah wujud menjadi wanita dan menikah dengan manusia, dongeng berikut ini tidak berakhir tragis:[7][8]
Pria bernama Ono asal Mino (menurut legenda kuno Jepang tahun 545), menghabiskan musim demi musim berkhayal tentang wanita cantik yang sesuai dengan seleranya. Di suatu senja, Ono bertemu dengan wanita idealnya di padang rumput yang luas, dan mereka berdua akhirnya menikah. Bersamaan dengan kelahiran putra pertama mereka, anjing yang dipelihara Ono juga melahirkan. Anak anjing yang dilahirkan tumbuh sebagai anjing yang semakin hari semakin galak terhadap istri Ono. Permohonan sang istri untuk membunuh anjing galak tersebut ditolak Ono. Pada akhirnya di suatu hari, si anjing galak tersebut menyerang istri Ono dengan ganas. Istri Ono begitu ketakutan hingga berubah bentuk menjadi rubah, meloncat pagar dan kabur.
"Istriku, kau mungkin seekor rubah," begitu Ono memanggil-manggil istrinya agar pulang, "tapi kau tetap ibu dari anakku dan aku cinta padamu. Pulanglah bila kau berkenan, aku selalu menunggumu."
Sang istri akhirnya pulang ke rumah di setiap senja, dan tidur di pelukan Ono.[6]
Istilah "kitsune" merupakan sebutan untuk siluman rubah yang pulang ke rumah suami sebagai wanita di senja hari, tapi pergi di pagi hari sebagai rubah. Dalam bahasa Jepang kuna, kata "kitsu-ne" berarti "datang dan tidur", sedangkan kata "ki-tsune" berarti "selalu datang".[8]

Deskripsi


Patung kitsune di kuil Inari dekat Todaiji, Nara
Kitsune dipercaya memiliki kecerdasan super, kekuatan sihir, dan panjang umur. Sebagai sejenis yōkai atau makhluk halus, "kitsune" sering dijelaskan sebagai "arwah rubah" tapi bukan hantu, dan bentuk fisiknya tidak berbeda dengan rubah biasa. Semua rubah yang panjang umur juga dipercaya memiliki kemampuan supranatural.[5]
Kitsune digolongkan menjadi dua kelompok besar. Kelompok zenko yang terdiri dari rubah baik hati yang bersifat kedewaan (sering disebut rubah Inari), dan kelompok rubah padang rumput (yako) yang suka mempermainkan manusia dan bahkan bersifat jahat[9] Tradisi berbagai daerah di Jepang juga masih mengelompokkan kitsune lebih jauh lagi[10] Arwah rubah tak kasat mata yang disebut ninko misalnya, hanya bisa dilihat manusia yang sedang kerasukan ninko. Tradisi lain mengelompokkan kitsune ke dalam salah satu dari 13 jenis kitsune berdasarkan kemampuan supranatural yang dimiliki.[11][12]
Secara fisik, kitsune dipercaya bisa memiliki hingga 9 ekor.[13] Jumlah ekor yang semakin banyak biasanya menunjukkan rubah yang makin tua tapi semakin kuat. Beberapa cerita rakyat bahkan mengatakan ekor rubah hanya tumbuh kalau rubah tersebut sudah berumur 1.000 tahun[14]
Dalam cerita rakyat, kitsune sering digambarkan berekor satu, lima, tujuh, atau sembilan.[15] Ketika kitsune mendapatkan ekornya yang ke-9, bulu kitsune menjadi berwarna putih atau emas.[13] Kitsune jenis ini disebut kyūbi no kitsune (kitsune berekor sembilan) dan memiliki kemampuan untuk mendengar dan melihat segala peristiwa yang terjadi di dunia. Dongeng lain menggambarkan mereka sebagai makhluk super bijak dan serba tahu.[16]

Kartu monster (obake karuta) dari awal abad ke-19 yang bergambar kitsune
Kitsune bisa berubah wujud menjadi manusia dan kemampuan ini baru didapat setelah kitsune mencapai usia tertentu (biasanya 100 tahun), walaupun beberapa cerita mengatakan 50 tahun.[14] Siluman rubah harus meletakkan sejenis tanaman alang-alang yang tumbuh di dekat air, daun yang lebar, atau tengkorak di atas kepalanya sebagai syarat perubahan wujud.[17] Rubah bisa berubah wujud menjadi wanita cantik, anak perempuan, atau lelaki tua. Perubahan wujud ini tidak dibatasi umur atau jenis kelamin rubah, [5] dan kitsune dapat menjadi kembaran dari sosok orang tertentu.[18] Rubah sangat terkenal dengan kemampuan berubah wujud sebagai wanita cantik. Di abad pertengahan, orang Jepang percaya kalau ada wanita yang sedang berada sendirian di saat senja atau malam hari kemungkinan adalah seekor rubah.[19]
Dalam beberapa cerita, kitsune memiliki kesulitan dalam menyembunyikan ekornya ketika sedang menyamar menjadi manusia. Kitsune sering ketahuan sedang mencari-cari ekornya, mungkin kalau rubah sedang mabuk atau kurang hati-hati. Kelemahan ini bisa digunakan untuk memastikan manusia yang sedang dilihat adalah siluman kitsune.[20]
Berbagai variasi cerita mengisahkan kitsune sebagai makhluk yang masih mempertahankan ciri-ciri khas rubah, seperti tubuh yang bermantelkan bulu-bulu halus, bayangan siluman kitsune yang sama seperti bayangan rubah, atau siluman kitsune yang terlihat sebagai rubah ketika sedang berkaca.[21] Istilah "kitsune-gao" (muka kitsune) digunakan di Jepang untuk menyebut wanita yang berwajah sempit, mata yang berdekatan, alis mata yang tipis, dan tulang pipi yang tinggi. Di zaman dulu, wanita bermuka kitsune-gao dianggap cantik, dan dipercaya sebagai rubah yang sedang berubah wujud sebagai wanita dalam beberapa dongeng.[22] Kitsune takut dan sangat benci pada anjing, bahkan ketika sedang berubah wujud sebagai manusia. Sebagian kitsune bahkan gemetaran kalau melihat anjing, kembali berubah wujud menjadi rubah dan lari pontang-panting. Orang yang taat dan berbakti kabarnya gampang mengenali siluman rubah.[23]
Salah satu cerita rakyat mengisahkan ketidaksempurnaan perubahan wujud seekor kitsune yang sedang menjadi manusia bernama Koan. Menurut cerita, Koan yang bijak dan memiliki kekuatan sihir sedang mau mandi di rumah salah seorang muridnya. Air mandi ternyata dimasak terlalu panas, dan kaki Koan melepuh ketika masuk ke bak mandi. "Koan yang sedang kesakitan, lari keluar dari kamar mandi telanjang. Orang-orang di rumah yang melihatnya terkejut. Sekujur badan Koan ternyata ditumbuhi bulu seperti mantel, berikut ekor dari seekor rubah. Koan lalu berubah wujud di hadapan murid-muridnya menjadi seekor rubah tua dan melarikan diri."[24]
Kemampuan supranatural lain yang dimiliki kitsune, antara lain: mulut dan ekor yang bisa mengeluarkan api atau petir (dikenal sebagai kitsune-bi yang secara harafiah berarti "api kitsune"), membuat manusia kerasukan, memberi pesan di dalam mimpi orang agar melakukan sesuatu, terbang, tak kasat mata, dan menciptakan ilusi yang begitu mendetil hingga tidak bisa dibedakan dari kenyataan.[21][17] Pada beberapa cerita, kitsune bahkan memiliki kekuatan yang lebih besar lagi, sampai bisa mengubah ruang dan waktu, membuat orang menjadi marah, atau berubah menjadi bentuk-bentuk yang fantastis, seperti pohon yang sangat tinggi atau sebagai bulan kedua di langit.[25][26] Kitsune lainnya memiliki ciri-ciri yang mengingatkan orang pada vampir atau succubus dan memangsa roh manusia, biasanya melalui kontak seks.[27]

Kitsunetsuki


Inari dan arwah rubah membantu pandai besi Munechika sewaktu membuat pedang Ko-kitsune-maru (Rubah Kecil) di akhir abad ke-10 (tema drama noh Sanjo Kokaji)
Istilah kitsunetsuki (狐憑き atau 狐付き?) secara harafiah berarti kerasukan kitsune. Korban biasanya wanita muda yang kemasukan kitsune dari bagian kuku jari atau melalui bagian buah dada.[28] Pada beberapa kasus, wajah korban konon berubah sedemikian rupa hingga menyerupai rubah. Menurut tradisi di Jepang, kalau orang Jepang yang buta huruf sedang kerasukan kitsune, orang tersebut bisa melek huruf untuk sementara waktu.[29]
Ahli cerita rakyat Lafcadio Hearn mengisahkan peristiwa kerasukan kitsune dalam volume pertama buku karyanya Glimpses of Unfamiliar Japan:
Aneh memang kegilaan orang yang dirasuki iblis rubah. Kadang-kadang mereka berlarian telanjang sambil berteriak-teriak di jalanan. Kadang-kadang mereka tidur-tiduran dengan mulut berbuih dan menyalak seperti rubah. Dan di bagian tubuh orang yang kerasukan, terlihat benjolan yang bergerak-gerak di bawah kulit yang kelihatannya memiliki nyawa sendiri. Bila ditusuk dengan jarum, benjolan tersebut langsung berpindah ke tempat lain. Benjolan tidak bisa dicengkeram, lepas bila ditekan dengan tangan yang kuat dan lolos dari jari-jari. Orang yang sedang kerasukan kabarnya bisa berbicara dan menulis bahasa yang mereka tidak kuasai sebelum kerasukan. Mereka hanya memakan makanan yang dipercaya disenangi rubah, seperti — tahu, aburagé, azukimeshi, dan lain lain. Mereka juga makan banyak sekali dan membela diri bahwa yang sedang makan itu bukan mereka, tapi arwah rubah.[30]
Lafcadio Hearn menambahkan bahwa orang yang sudah terbebas dari kerasukan kitsune bakal tidak doyan lagi makan tahu aburage, azukimeshi, atau makanan lain yang digemari rubah.
Upacara mengusir setan dilakukan di kuil-kuil Inari untuk membujuk kitsune agar mau keluar dari tubuh orang yang sedang dimasukinya.[31] Di zaman dulu, kalau usaha lemah lembut membujuk rubah tidak berhasil atau pendeta kebetulan tidak ada, korban kitsunetsuki dipukuli atau dibakar sampai terluka parah agar kitsune mau keluar. Kalau ada seorang anggota keluarga yang kerasukan, seluruh anggota keluarga korban diasingkan oleh masyarakat.[30]
Di Jepang, kerasukan kitsune (kitsunetsuki) sudah dianggap sebagai penyakit sejak zaman Heian dan merupakan diagnosis umum untuk gejala penyakit mental hingga di awal abad ke-20.[32][33] Kerasukan digunakan sebagai penjelasan kelakuan abnormal dari penderita. Di akhir abad ke-19, Dr. Shunichi Shimamura mencatat beberapa gejala penyakit yang disebabkan demam sering dianggap sebagai kitsunetsuki.[34]
Dalam istilah kedokteran, kerasukan kitsune merupakan gejala penyakit mental yang khas dalam kebudayaan Jepang. Pasien percaya dirinya sedang dirasuki rubah.[35] Gejala kerasukan kitsune di antaranya selalu ingin makan nasi atau kacang azuki, bengong, gelisah, dan menghindari tatapan mata orang lain. Penyakit kerasukan kitsune mirip tapi berbeda jauh dari lycanthropy (manusia serigala).[36]

Hoshi no tama


Kitsune yang memancarkan cahaya kitsune-bi sedang berkumpul di dekat kota Edo (lukisan ukiyo-e karya Hiroshige)
Penggambaran kitsune dan korbannya sering mengikutsertakan benda putih yang disebut "bola bintang" (hoshi no tama) berbentuk bulat atau seperti bawang. Dalam dongeng, permata hoshi no tama berselimutkan api disebut kitsune-bi (api rubah).[37] Di dalam sebagian cerita, hoshi no tama digambarkan sebagai mutiara atau permata yang memiliki kekuatan sihir.[38] Ketika sedang tidak berubah wujud menjadi manusia atau merasuki manusia, kitsune menggigit hoshi no tama atau membawanya di bagian ekor.[14] Permata merupakan simbol yang lazim ditemukan pada Inari, dan rubah suci Inari sangat jarang digambarkan tidak memiliki permata.[39]
Sebagian orang percaya, sebagian kekuatan kitsune berada di dalam permata "bola bintang" ketika kitsune berubah wujud. Cerita lain menggambarkan mutiara sebagai perlambang nyawa kitsune. Kitsune akan mati jika terlalu lama terpisah dari mutiaranya. Orang yang berhasil mengambil bola kitsune, kabarnya bisa menukar bola tersebut dengan kekuatan sihir yang dimiliki kitsune.[40] Dalam dongeng abad ke-12, seorang laki-laki berhasil mengambil bola kitsune dan mendapat imbalan ketika mengembalikannya:
"Kau terkutuk!" maki sang rubah. "Kembalikan bolaku!" Tapi laki-laki itu mengabaikan permohonan kitsune, hingga kitsune berkata sambil menangis, "Baiklah, kau boleh ambil bolaku, tapi bola tersebut bakal tidak ada gunanya buat kau, kalau kau tidak tahu cara menggunakannya. Bagiku, bola itu adalah segala-galanya. Aku peringatkan, kalau kau tidak mau mengembalikannya, kau bakalan jadi musuhku selamanya. Tapi bila kau mau mengembalikannya, aku akan terus mendampingimu bagaikan dewa pelindung."
Nyawa laki-laki tersebut kemudian diselamatkan sang rubah yang membantunya melawan gerombolan bandit.[41]

Penggambaran

Pelayan Inari


Taira no Kiyomori bertemu dengan Inari. Lukisan ukiyo-e karya Utagawa Kuniyoshi.
Dalam kepercayaan Shinto, kitsune sering dikaitkan dengan Inari.[42] Hubungan antara Inari dan kitsune makin memperkuat kedudukan kitsune dalam dunia supranatural.[43] Kitsune mulanya merupakan pembawa pesan yang bertugas bagi dewa Inari, tapi garis pemisah antara Inari dan kitsune makin kabur sehingga Inari digambarkan sebagai seekor rubah. Kuil Shinto yang memuliakan Inari disebut kuil Inari, tempat orang memberikan sesajen[10] Kitsune kabarnya suka sekali makan potongan tahu goreng aburage. Kitsune makan aburage yang biasa diletakkan di atas masakan mi Jepang yang disebut Kitsune Udon dan Kitsune Soba. Sejenis sushi yang dimasukkan di dalam kantong dari aburage disebut Inari-zushi.[44] Ahli cerita rakyat sering berspekulasi tentang keberadaan kepercayaan rubah yang lain, karena rubah sejak dulu sudah dipuja sebagai Kami.[45]
Kitsune di kuil Inari berwarna putih yang merupakan warna pertanda baik.[10] Mereka dipercaya memiliki kekuatan untuk menangkal iblis, dan kadang-kadang bertugas sebagai pelindung arwah. Selain berjaga-jaga di kuil Inari, kitsune diminta agar melindungi penduduk setempat dari rubah liar (''nogitsune) yang suka membuat keonaran. Sama seperti kitsune berwarna putih, kitsune berwarna hitam dan kitsune berekor sembilan juga dianggap pertanda baik.[20]
Menurut kepercayaan yang berasal dari feng shui, rubah memiliki kekuatan luar biasa melawan iblis, sehingga patung kitsune konon bisa mengusir hawa kimon atau energi yang mengalir arah timur laut. Kuil Inari seperti kuil Fushimi Inari di Kyoto sering memiliki koleksi patung kitsune yang banyak sekali.

Penipu


Patung kitsune dalam berbagai ukuran di Kuil Fushimi Inari, Kyoto
Kitsune sering digambarkan sebagai penipu dengan motif yang bervariasi, mulai dari sekadar ingin berbuat nakal hingga merugikan manusia. Kitsune dikisahkan senang mempermainkan samurai yang sombong, saudagar rakus, dan rakyat biasa yang suka pamer. Kitsune yang lebih kejam konon suka mengerjai pedagang miskin, petani, dan biksu yang saleh. Korban kitsune biasa laki-laki, sedangkan perempuan hanya bisa kerasukan kitsune.[19] Kitsune misalnya, dipercaya menggunakan bola api kitsune-bi sewaktu membantu pelancong yang tersesat.[46][47] Taktik lain kitsune adalah mengelabui korban dengan ilusi dan tipuan mata.[19] Kitsune memperdaya manusia dengan maksud merayu, mencuri makanan, memberi pelajaran untuk orang yang sombong, atau membalas dendam sesudah dicederai.
Permainan tradisional kitsune-ken merupakan salah satu jenis permainan Batu-Gunting-Kertas dengan tiga bentuk telapak tangan dan jari-jari yang melambangkan rubah, pemburu, dan kepala kampung. Pemburu kalah dari kepala kampung, dan sebaliknya pemburu menang atas rubah, tapi rubah bisa memperdaya kepala kampung.[48][49]
Kitsune digambarkan suka membuat onar ditambah reputasi suka membalas dendam. Akibatnya, orang berusaha mengungkap motif tersembunyi di balik tindakan rubah. Toyotomi Hideyoshi pernah menulis surat kepada Inari. Di dalam suratnya, Hideyoshi melaporkan keonaran yang dibuat salah seekor rubah terhadap para pelayan, dan memohon agar rubah-rubah diselidiki dan ditindaklanjuti. Kalau insiden ini tidak ditanggapi, Hideyoshi mengancam akan memburu semua rubah yang ada.[50]

Tamamo-no-Mae, kitsune yang sering ditampilkan dalam noh dan kyogen. Lukisan ukiyo-e karya Yoshitoshi.
Kitsune dikenal suka menepati janji dan berusaha keras untuk bisa membalas budi. Kitsune kadang-kadang membuat onar seperti yang dikisahkan sebuah cerita asal abad ke-12. Ancaman pemilik rumah untuk membinasakan semua rubah berhasil meyakinkan kawanan rubah untuk mengubah kelakuan. Kepala keluarga kawanan rubah hadir dalam mimpi pemilik rumah untuk mohon pengampunan dari pemilik rumah, sekaligus berjanji untuk berkelakuan baik dan membalas budi dengan menjadi pelindung keluarga.[51]
Sebagian kitsune menggunakan sihir untuk menguntungkan manusia yang dianggap teman atau majikan. Sebagai golongan Yōkai, ia tidak memiliki tata krama seperti manusia. Kitsune bisa mencuri uang dari rumah tetangga untuk diberikan kepada majikan, atau mencuri uang majikan sendiri. Di zaman dulu, pemilik rumah yang memelihara kitsune selalu dicurigai tetangga.[52]
Dalam cerita rakyat sering dikisahkan tentang pembayaran atas barang atau jasa yang dilakukan kitsune. Kitsune bisa menipu penglihatan orang yang menerima pembayaran dari kitsune dengan sihir. Emas, uang, atau batu permata yang diterima dari kitsune sebenarnya hanya kertas bekas, daun-daunan, cabang dan ranting, batu, atau benda-benda sejenis.[53][54] Hadiah yang benar-benar diberikan kitsune kepada manusia biasanya berupa benda-benda yang tak berwujud, seperti perlindungan, pengetahuan, dan umur panjang.[54]

Istri dan kekasih


Kuzunoha yang memiliki bayangan seekor rubah. Karakter populer dalam kabuki (lukisan ukiyo-e karya Utagawa Kuniyoshi)
Kitsune sering digambarkan sebagai wanita penggoda dalam cerita yang melibatkan laki-laki muda.[55] Walaupun kitsune berperan sebagai wanita penggoda, cerita biasanya bersifat romantis.[56] Dalam cerita, laki-laki sering menikahi wanita cantik yang merahasiakan bahwa dirinya adalah seekor rubah. Ketika rahasia terbongkar, sang istri terpaksa meninggalkan suami. Pada sebagian cerita, laki-laki yang menikahi siluman rubah bagaikan bangun dari mimpi, kebingungan, berada jauh dari rumah, dan harus kembali ke rumah yang ditinggalinya dulu dengan membawa malu.
Beberapa cerita mengisahkan siluman rubah yang dijadikan istri melahirkan anak manusia. Anak-anak yang dilahirkan memiliki kemampuan fisik dan bakat supranatural melebihi orang biasa. Bakat ini juga diturunkan ke anak cucu bila manusia keturunan rubah kembali melahirkan anak.[20] Seorang ahli kosmologi (onmyōji) Jepang bernama Abe no Seimei dikatakan memiliki kekuatan sihir luar biasa karena keturunan kitsune.[57]
Kitsune sering dikisahkan menikahi sesama kitsune. Dalam bahasa Jepang, hujan lebat yang turun tiba-tiba ketika langit sedang cerah (hujan panas) disebut kitsune no yomeiri atau "pernikahan kitsune". Istilah tersebut berasal dari legenda yang mengisahkan kondisi cuaca pada saat upacara pernikahan kitsune.[58] Peristiwa pernikahan kitsune dianggap sebagai pertanda baik, tapi kitsune akan marah bila hadir tamu yang tidak diundang.[59]

Cerita fiksi

Kitsune tampil dalam berbagai seni budaya Jepang. Sandiwara tradisional Jepang seperti noh, kyogen, bunraku, and kabuki sering mengisahkan legenda kitsune.[60][61] Begitu pula halnya dengan budaya kontemporer seperti manga dan permainan video. Pengarang fiksi dari Barat juga mulai menulis cerita yang diilhami legenda kitsune. Penggambaran kitsune menurut orang Barat biasanya tidak berbeda jauh dengan cerita asli kitsune.
Ibu Abe no Seimei yang bernama Kuzunoha merupakan tokoh kitsune yang dikenal luas dalam seni teater tradisional Jepang. Kuzunoha ditampilkan dalam cerita sandiwara bunraku dan kabuki Ashiya Dōman Ōuchi Kagami (Kaca di Ashiya Dōman and Ōuchi) yang terdiri dari lima bagian. Bagian ke-4 yang berjudul Kuzunoha atau Rubah dari Hutan Shinoda sering dipentaskan secara terpisah. Bagian ini menceritakan terbongkarnya rahasia Kuzunoha sebagai siluman rubah dan adegan saat harus meninggalkan suami dan anaknya.[62][63]
Tamamo-no-Mae adalah tokoh fiksi yang menjadi tema drama noh berjudul Sesshoseki (Batu Kematian), dan sandiwara kabuki/kyogen berjudul Tamamonomae (Penyihir Rubah yang Cantik). Tamamo-no-Mae berbuat banyak kejahatan di India, Tiongkok, dan Jepang, tapi rahasianya terbongkar dan tewas. Arwahnya menjadi sesshoseki (batu kematian). Arwah Tamamo-no-Mae akhirnya dibebaskan biksu bernama Gennō.[64][65][66]
Genkurō adalah seekor kitsune dikenal berbakti kepada orangtua. Dalam cerita bunraku dan kabuki berjudul Yoshitsune Sembon Zakura (Yoshitsune dan Seribu Pohon Sakura), kekasih Yoshitsune yang bernama Putri Shizuka memiliki tsuzumi (gendang kecil) yang dibuat dari kulit rubah orangtua Genkurō. Dalam penyamarannya sebagai Satō Tadanobu, Genkurō berhasil menyelamatkan Putri Shizuka dari Minamoto no Yoritomo. Namun identitas Genkurō sebagai siluman rubah terbongkar karena Satō Tadanobu yang asli muncul. Genkurō mengatakan suara kedua orangtuanya terdengar setiap kali gendang tsuzumi yang dimiliki Shizuka dipukul. Yoshitsune dan Shizuka akhirnya memberikan tsuzumi tersebut kepada Genkurō. Sebagai imbalannya, Genkurō memberi perlindungan sihir untuk Yoshitsune

Selasa, 22 Januari 2013

Pembelajaran Tematik


A.  Pengertian Pembelajaran Tematik
Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983).
Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:
  1. Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
  2. Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
  3. Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
  4. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;
  5. Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;
  6. Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;
  7. Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
B. Landasan Pembelajaran Tematik
Landasan Pembelajaran tematik mencakup:
1. Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu: (a) progresivisme, (b) konstruktivisme, dan (c) humanisme.
  • Aliran progresivisme yang memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa.
  • Aliran konstruktivismeyang melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya.
  • Aliran humanisme yang melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya.
2. Landasan psikologisDalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.
3. Landasan yuridis. Dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).
C. Arti Penting Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik).
Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain: (1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; (2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; (3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; (4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; (5) Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan (6) Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh beberapa manfaat yaitu: (1) Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan, (2) Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir, (3) Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah. (4) Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat,
D. Karakteristik Pembelajaran Tematik
Sebagai suatu model pembelajaran, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
  1. Berpusat pada siswa. Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
  2. Memberikan pengalaman langsung, Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
  3. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas. Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
  4. Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran. Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
  5. Bersifat fleksibel. Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
  6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
  7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
E. Implikasi Pembelajaran Tematik
Dalam implementasi pembelajaran tematik di sekolah dasar mempunyai berbagai implikasi yang mencakup:
  1. Implikasi bagi guru, Pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh.
  2. Implikasi bagi siswa: (a)  Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya; dimungkinkan untuk bekerja baik secara individual, pasangan, kelompok kecil ataupun klasikal, (b) Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif misalnya melakukan diskusi kelompok, mengadakan penelitian sederhana, dan pemecahan masalah.
  3. Implikasi terhadap sarana, prasarana, sumber belajar dan media: (a) Pembelajaran tematik pada hakekatnya menekankan pada siswa baik secara individual maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai sarana dan prasarana belajar. (b)  Pembelajaran ini perlu memanfaatkan berbagai sumber belajar baik yang sifatnya didesain secara khusus untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran (by design), maupun sumber belajar yang tersedia di lingkungan yang dapat dimanfaatkan (by utilization). (c) Pembelajaran ini juga perlu mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran yang bervariasi sehingga akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang abstrak.(d) Penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar masih dapat menggunakan buku ajar yang sudah ada saat ini untuk masing-masing mata pelajaran dan dimungkinkan pula untuk menggunakan buku suplemen khusus yang memuat bahan ajar yang terintegrasi.
  4. Implikasi terhadap Pengaturan ruangan. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik perlu melakukan pengaturan ruang agar suasana belajar menyenangkan. Pengaturan ruang tersebut meliputi: ruang perlu ditata disesuaikan dengan tema yang sedang dilaksanakan, susunan bangku peserta didik dapat berubah-ubah disesuaikan dengan keperluan pembelajaran yang sedang berlangsung, peserta didik tidak selalu duduk di kursi tetapi dapat duduk di tikar/karpet, kegiatan hendaknya bervariasi dan dapat dilaksanakan baik di dalam kelas maupun di luar kelas, dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta didik dan dimanfaatkan sebagai sumber belajar, alat, sarana dan sumber belajar hendaknya dikelola sehingga memudahkan peserta didik untuk menggunakan dan menyimpannya kembali.
  5. Implikasi terhadap Pemilihan metode. Sesuai dengan karakteristik pembelajaran tematik, maka dalam pembelajaran yang dilakukan perlu disiapkan berbagai variasi kegiatan dengan menggunakan multi metode. Misalnya percobaan, bermain peran, tanya jawab, demonstrasi, bercakap-cakap.
Sumber:
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/13/pembelajaran-tematik-di-kelas-awal-sekolah-dasar/

Menu

Artikel Terbaru

Artikel Blageziner

Artikel Rekomendasi